Wednesday, 1 April 2009

KECELAKAAN SITUGINTUNG

Tragedi Situ Gintung merupakan suatu kecelakaan yang banyak memakan korban jiwa dan harta. Apakah ini murni bencana? Apakah ini murni digerakkan oleh faktor alam seperti meluapnya Bengawan Solo? Alam selalu bergerak. Air, angin, tanah, api, semua memiliki sifat dan kombinasi dari mereka membuat alam ini bergerak. Alam ini "hidup". Kita hidup dalam alam yang "hidup". Manusia hidup dan dengan akalnya manusia menundukkan alam ini. Tapi alam ini punya hukum-hukum yang tidak boleh dilanggar. Manusia tidak bisa menundukkan aturan alam namun bisa mengendalikannya. Namun hanya manusia yang mampu mengendalikan dirinya yang mampu menaklukkan alam. Manusia yang mampu berpikir jauh kedepan dan mengedepankan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi, yang bisa mengendalikan alam. Tidak ada partai yang punya pengalaman untuk mengedepankan kepentingan bangsa dan negara. Walau partai itu partai lama dan besar sekalipun. BELUM ADA.


Tragedi ini disebabkan oleh satu kata sederhana saja.... "SEMBARANGAN". Kita semua sembarangan. Rakyat Indonesia ini sudah biasa sembarangan. Mulai dari rakyat jelata hingga pejabatnya semua suka sembarangan. Rakyat yang hidupnya susah dibebani masalah sehari-hari suka sembarangan. BUANG SAMPAH SEMBARANGAN. Pejabat yang hidupnya bergelimang kemudahan dan kemewahan juga masih suka sembarangan. MEMBERI IJIN SEMBARANGAN.
Kombinasi dari dua sembarangan yang dilakukan oleh segenap lapisan masyarakat bangsa ini membuat alam ini diperlakukan tidak adil. Ini terjadi puluhan tahun dan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bendungan yang dibangun Belanda di Situ Gintung tidak dibangun dengan sembarangan. Bendungan itu direncanakan, dirancang dan dibangun dengan baik dan lengkap. Kitalah yang merusaknya. Kita yang mengalihfungsikan bendungan itu menjadi hal-hal yang menurut kita baik dan menguntungkan. Tanpa mempelajari, tanpa cukup pengetahuan dan tanpa cukup ilmu. Pokoknya bikin saja. Orang-orang yang tahu disuruh diam atau tidak didengarkan pendapatnya dan perubahan dilakukan oleh kombinasi dari orang-orang yang minim ilmunya dan banyak duitnya. Sebenarnya tidak apa-apa orang yang minim ilmu mengatur negara; tapi dengarkan dulu pendapat ahlinya. Situ Gintung ini danau yang agak berbeda karena berada di dataran yang agak tinggi. Perancangan dan pembangunan dalam rangka perbaikan bendungan situ ini harus dilakukan oleh orang yang betul-betul mengerti masalah secara keseluruhan.

Masalah Situ Gintung ini sebenarnya hanya sebagian dari masalah pengendalian air di Jakarta. Drainase yang buruk, pendangkalan sungai, bangunan liar di tepi sungai, Ijin Mendirikan Bangunan yang diberikan pada tempat yang tidak semestinya, pendirian bangunan yang mengganggu sistem aliran air di wilayah Jakarta, semua itu mestinya diselesaikan satu persatu. Perlu dibuat semacam blue print yang merupakan rencana komprehensiv jangka panjang untuk memperbaiki keadaan yang sudah rusak ini. Blueprint ini disusun dengan melibatkan pihak-pihak yang kompeten, dilakukan pendataan dan penelitian alur saluran air di Jakarta ini, dan dibuat untuk sebesar-besarnya kepentingan bangsa dan negara. Blue print ini kemudian ditindaklanjuti dengan penuangannya kedalam Undang-undang atau aturan lain yang menjamin dilaksanakannya rencana ini walaupun pemerintahan telah berganti. Hal ini penting karena perbaikan ini hanya bisa sempurna jika dilakukan tanpa terputus. Kalau terputus oleh pergantian pemerintahan dan perubahan kebijakan atau hal lain, maka pembangunan ini harus direncanakan ulang karena akan ada banyak perubahan atau sama sekali gagal. Apalagi jika terputus agak lama; maka akan makin sulit untuk memulainya lagi.

Jakarta adalah IBU KOTA Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mudah sekali melumpuhkan Jakarta ini; hanya tunggu hujan deras turun, Jakarta lumpuh. Tidak usah kerahkan pesawat tempur untuk melumpuhkan Jakarta. Tidak usah mengerahkan kapal-kapal laut canggih untuk melumpuhkan Jakarta. Hanya tunggu hujan turun. Kita tidak bisa begini terus. Hujan akan selalu turun. Harus dilakukan sesuatu sehingga kota ini sedikit-sedikit bebas dari ancaman hujan. Hujan tidak boleh menjadi ancaman bagi sebuah Ibu Kota negara.

Ada cita-cita bapak mantan gubernur DKI tentang Megapolitan dan rencana pembangunan situ-situ di daerah luar Jakarta sehingga air yang masuk ke Jakarta dapat terkendali. Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada salah satu dari 2 gubernur (satunya Ali Sadikin) yang mampu mengubah Jakarta menjadi lebih baik, rencana ini belum waktunya direalisasikan terutama pembangunan situ diluar Jakarta. Rencana ini memfokuskan pada daerah hulu. Apakah masalahnya di Hulu? Kita mengeluarkan jutaan juta rupiah, membuat situ, membebaskan tanah, mengosongkan kampung, menebang hutan, ribut-ribut dulu dengan pemerintah daerah lain, tetapi hilirnya tidak tersentuh. Apa situ-situ baru itu tidak akan bernasib sama seperti Situgintung? Hal itu menurut saya agak percuma. Kita lihat saja dulu diri kita sendiri. Lihat dulu Jakarta ini.

Kenapa tidak hilirnya dulu diperbaiki saja. Yang sudah ada diperbagus, yang rusak diperbaiki, dan yang kurang ditambah. Hilirnya dulu difungsikan. Pembangunan Banjir Kanal Timur, perbaikan drainase, dan semua yang dibutuhkan supaya air mudah mengalir di selokan-selokan di Jakarta ini. Yang sederhana-sederhana dulu saja lah. Saluran air di Jakarta harus mampu menampung dan membuang air yang tercurah dari langit Jakarta kelaut. Itu dulu. Perbaikan ini juga harus disertai dengan dihentikannya ijin-ijin pendirian bangunan yang tidak pada tempatnya. Hutan bakau di tepi pantai bisa berubah menjadi perumahan mewah. Pencakar langit yang berpondasi jauh kedalam tanah juga harus dipertanyakan tata letaknya. Pendirian bangunan perumahan mewah di tepi pantai yang tiap hari dibahas kelebihandan keindahannya dan ditayangkan di televisi juga harus dihentikan.

Masalah sampah dan perijinan adalah masalah mental. Sikap mental yang kurang terdidik, kurang disiplin, kurang memperhatikan kepentingan orang lain, kurang pintar untuk tahu akibat jangka panjang dari apa yang dilakukannya. Rakyat yang membuang sampah sembarangan tidak mengakibatkan kerusakan permanen dan akibat jangka panjang. Tapi pejabat yang memberi ijin sembarangan akan mengakibatkan kerusakan berat yang sulit diperbaiki. Mudah-mudahan pejabat itu mampu mempertanggunggjawabkannya nanti.

Baru setelah itu meningkat pada banjir akibat air kiriman dari BOPUNJUR. BOPUNJUR ini juga harus ditertibkan. Pejabat kita banyak yang membangun tempat peristirahatan disana. Banyak investor yang membangun resort disana. Aliran air disana harus dihambat. Sebaik-baik penghambat air adalah hutan. Kalau banyak tanah beralih fungsi disana tentu membahayakan. Kita semua tahu lah tentang hal itu. Namun apabila hilirnya bisa menampung air dengan baik dan menyalurkannya ke laut dengan cepat, masalah ini akan dengan sendirinya terselesaikan. Mudah mengucapkan atau menuliskan hal ini memang, tapi bisa dilakukan apa tidak saya sendiri tidak tahu.

Fokus pada masalah hilir juga fokus pada perubahan mental rakyat Jakarta. Yang dibawah jangan buang sampah sembarangan. Begitu pula yang diatas jangan memberi ijin sembarangan. Watak dan kebiasaan sembarangan ini harus kita buang jauh-jauh. Buktikan pada anak cucu kita bahwa generasi ini bisa membuat hidup mereka nyaman dari hujan deras.
Masalah tanggul Situgintung yang jebol adalah masalah yang sebenarnya tidak terkait dengan masalah banjir di Jakarta. Keterkaitan masalah ini dengan banjir di Jakarta adalah kata “sembarangan” diatas. Ini juga bukan masalah kelalaian karena pintu airnya tidak dibuka atau alasan lain. Apa ada yang bertugas membuka pintu air itu? Pembangunan yang menyalahi aturan dan perencanaan awal disekitar Situgintung membuat semua fungsi Situgintung sebagai penampung air menjadi nihil. Tidak ada yang mau disalahkan dalam hal ini. Siapa yang memberi ijin pendirian bangunan? Kapan bangunan-bangunan itu berdiri? Percuma kalau kita mencari hal-hal seperti itu. Polisi boleh menjalankan tugas sebaik-baiknya.

Bobolnya tanggul Situgintung adalah ujung dari sebuah proses yang terjadi dalam kurun waktu yang lama. Pengabaian laporan-laporan dari masyarakat oleh pihak berwenang, kurangnya pengawasan dan pemeliharaan, tidak efisien dan tidak efektifnya manajemen pemerintah daerah, kurangnya koordinasi dan kerjasama antara pejabat daerah dengan pusat membuat proses itu berlalu tanpa ditangani dengan baik. Rakyat kita yang jadi korbannya. Korban harta bisa kembali. Tapi nyawa yang hilang tidak akan bisa dicari gantinya. Mudah-mudahan kita semua bisa belajar dari kejadian ini. Mudah-mudahan kita mampu menjadikan bangsa ini menjadi lebih baik.

No comments:

Post a Comment